KETERBUKAAN DAN KEBERHASILAN PROGRAM PENANGULANGAN AIDS DI INDONESIA
Oleh : Lutfi Nurhidayat
Permasalahan HIV/AIDS di Indonesia seakan tidak ada habisnya, sejak ditemukan pada tahun 1987 di Bali, hingga kini jumlah kasus cenderung mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat pada jumlah kasus di Indonesia yang telah mencapai 21.770 per Juni 2010 (Dirjen PPM&PL Depkes). Data kasus tersebut ternyata bukanlah angka yang sebenarnya, data sebenarnya dapat dipastikan sangat lebih banyak atau yang biasa kita bilang adalah fenomena gunung es.
Banyaknya data kasus yang tidak terungkap kepermukaan menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah. Setiap orang yang mengidap HIV&AIDS sudah selayaknya memeriksakan dirinya ke rumah sakit atau puskesmas terdekat guna mendapatkan pengobatan dan pendataan. Akan tetapi pada kenyataannya banyak sekali para pengidap yang tidak terdata dan mendapatkan pengobatan yang serius karena banyak alas an seperti ekonomi atau masalah takut di cap negative oleh masyarakat disekelilinya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa HIV&AIDS belum ada obatnya, sekalipun ada harganya sangatlah mahal dan sifat hanya mematikan untuk sementara atau tidak permanen/selamanya. Akan tetapi pemerintah dalam beberapa tahun belakangan ini tengah menjalankan program pengobatan murah untuk para pengidap HIV&AIDS dalam bentuk subsidi obat.
Pada awalnya program ini dianggap sebagai salah satu solusi yang tepat untuk penanggulangan HIV&AIDS di Indonesia, akan tetapi mau sampai kapan program ini dilaksanakan dtengah-tengah situasi perekonomian dunia yang sedang tidak menentu khususnya di Indonesia. Kebanyakan program-program yang ada di Indonesia bersumber dari pendanaan asing yang banyak sekali mempunyai kelemahan dalam hal sustainability. Sulit sekali menjaga kesinambungan sebuah program, apabila dana yang digunakan berasal dari bantuan donor asing. Sudah banyak contoh kasus program yang tidak diteruskan karena terkendala pada masalah dana, sementara jika dilihat dari indicator kebehasilan, program tersebut bisa dianggap program yang berhasil.
Terlepas dari masalah pendanaan, sikap negative masyarakat juga memberikan dampak yang signifikan terhadap program penanggulangan HIV&AIDS di Indonesia. Seperti yang telah ditulikan diatas, tingginya sikap stigma dan diskriminasi membuat banyak informasi mengenai HIV&AIDS atau yang lainnya tidak dapat di cerna oleh masyarakat dengan baik, sehingga banyak diantara mereka yang justru melawan atau menolak program-program tersebut.
Sepertinya halnya masalah sosialiasi kondom dan sex education dikalangan anak muda, banyak diantara mereka yang dengan jelas-jelas menolak program tersebut, karena khawatir nanti malah mengajarkan anak untuk berhubungan seks sebelum menikah. Hal ini sangat kontras dengan apa yang terjadi dilapangan dimana banyak anak-anak remaja yang telah melakukan hubungan seks bahkan sampai hamil, dan yang lebih parah lagi adalah meningkatnya kasus aborsi dikalangan anak muda.
Menurut dr. Titik Kuntari MPH, dosen FK UII Yogyakarta, seperti dikutip inilah.com (29/6), memaparkan fakta aborsi di Indonesia, yang didasarkan pada survei dengan cakupan tak terbatas. Fakta-fakta tersebut yaitu
1. Kasus aborsi terjadi 2-2,6 juta per tahun atau 43 aborsi untuk setiap 100 kehamilan
2. 30% kasus aborsi dilakukan wanita usia 15-24 tahun
3. 11% aborsi tak aman di RI menyebabkan kematian
4. 53% kasus terjadi di perkotaan
5. 73% kasus di perkotaan dilakukan oleh ahli kebidanan, bidan, RB, Klinik KB
6. 84% kasus di pedesaan dilakukan oleh Dukun.
Tentukan kita tiak ingin hal terjadi terus-menerus menggerogoti generasi harapan bangsa Indonesia. Layaknya bom waktu, apabila tidak dijinakan akan menghancurkan generasi penerus bangsa yang mengakibatkan Indonesia rapuh dan tidak dapat bersaing dengan Negara lain. Sudah banyak uang yang dikeluarkan untuk mengatai permasalahan ini, akan tetapi semua itu akan sia-sia jika tidak ada keinginan dari dalam diri sendiri untuk menyelesaikannya. Lakukan apa yang bisa kita lakukannya, kalau memang permasalahan pendanaan kita tidak bisa selesaikan cara yang terbaik adalah kita harus membuka diri kita untuk menerima segala bentuk kenyataan yang ada, sehingga dengan begitu stigma dan diskriminasi agar mudah kita hancurkan. Satu hal yang harus di ketahui kita tidak akan dapat menyangkal epidemic AIDS disekitar kita, tapi kita bisa mencegahnya AIDS memasuki diri kita. Berpikir besar, Lakukanlah dari hal yang kecil, Mulailah sekarang. (LN)
Sumber : http://www.yaids.com/artikel_aids.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar